ADS

Polis Asuransi Syariah Surat Al Baqarah Ayat 282

POLIS ASURANSI
DALAM SURAT Al Baqarah Ayat 282
Oleh : Abdullah Amrin, 0815 10 666990.
 https://lkajianasuransi.blogspot.com/
Edisi : 002/01/19/LKAS.
                                                
“ laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang”
Annur ayat 37

Polis asuransi yaitu sebuah bukti perjanjian tertulis yang dilakukan oleh pihak perusahaan asuransi (penanggung) dengan nasabah pengguna layanan asuransi (tertanggung), yang isinya menjelaskan segala hak dan kewajiban antara kedua belah pihak tersebut. Polis asuransi akan menjadi bukti tertulis yang sah dalam perjanjian yang dilakukan oleh pihak penanggung dan pihak tertanggung.
Polis asuransi, mengikat kedua belah pihak yang melaksanakan perjanjian asuransi tersebut akan terikat dan mempunyai masing-masing tanggung jawab sebagaimana yang telah disepakati semenjak awal. Polis asuransi merupakan hal yang sangat penting di dalam layanan asuransi itu sendiri, sebab polis akan melindungi setiap hak dan kewajiban nasabah dan pihak perusahaan asuransi.
Fungsi Polis Asuransi
Mengingat pentingnya sebuah polis asuransi, maka kedua belah pihak harus memahami keseluruhan isi dari polis asuransi yang dimiliki. Hal ini untuk menghindarkan dari sejumlah kerugian yang bisa saja muncul di hari yang akan tiba tanggapan kurangnya pemahaman terhadap semua detail yang tertulis di dalam polis asuransi yang kita miliki.


Bagi kedua tertanggung dan penanggung, polis asuransi mempunyai fungsi sebagai berikut :

Fungsi polis bagi tertanggung, diantaranya yaitu :
  1. Menjadi alat bukti tertulis atas jaminan penanggungan atas banyak sekali risiko dan penggantian kerugian yang mungkin terjadi pada tertanggung, di mana kerugian tersebut tertulis di dalam polis
  2. Menjadi bukti pembayaran premi yang diberikan kepada pihak perusahaan asuransi selaku penanggung
  3. Menjadi bukti paling otentik untuk menuntut penanggung, jikalau sewaktu-waktu lalai atau tidak memenuhi jaminan yang menjadi tanggungannya


Fungsi polis bagi penanggung, diantranya yaitu :
  1. Menjadi alat bukti atau tanda terima premi asuransi yang dibayarkan oleh pihak tertanggung
  2. Menjadi bukti tertulis atas jaminan yang diberikannya kepada tertanggung untuk membayar ganti rugi yang mungkin diderita oleh tertanggung
  3. Menjadi bukti paling otentik untuk menolak tuntutan ganti rugi atau klaim yang diajukan oleh tertanggung, jikalau penyebab kerugian tersebut tidak memenuhi syarat polis yang dimiliki.


Mari kita simak bagaimana Allah Swt, menandakan hal tersebut di atas melalui tafsir surat Al Baqarah Ayat 282, berikut ini :
                                                                            
282. Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kau bermu'amalah  (Bermuamalah ialah melaksanakan transaksi ibarat berjual beli, berasuransi, salam (jual beli yang barangnya ditunda dan bayaran disegerakan), qardh (utang-piutang), atau sewa menyewa dan sebagainya.)  tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan (seperti pembayaran premi), hendaklah kau menuliskannya ( Udalam bentuk kwitansi pembayaran dan Polis untuk menghilangkan pertengkaran dalam melaksanakan klaim)   . Dan hendaklah seorang penulis di antara kau menuliskannya dengan benar (Hendaknya yang menuliskannya yaitu orang yang amanah (terpercaya) lagi teliti ibarat underwriter)    . Janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, (Yakni mengajarkan goresan pena kepadanya. Oleh sebab itu, janganlah ia bakhil (pelit)memalsukan isi tulisan) maka hendaklah beliau menuliskan. Dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (mendiktekan apa yang akan ditulis jujur utmost good faith), dan hendaklah beliau bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah beliau mengurangi sedikit pun daripadanya. jikalau yang berhutang itu orang yang kurang akalnya [ Seperti orang yang kurang memahami atas transakti tersebut] atau lemah (keadaannya) [ Seperti belum dewasa atau orang yang sudah bau tanah renta], atau tidak bisa mengimlakkan sendiri [ Seperti orang yang tidak bisa berbicara sebab bisu, tidak sanggup berbicara secara tepat atau orang yang tidak pintar mengerti bahasa tertentu], maka hendaklah walinya [Baik bapaknya, washiy (orang yang menerima wasiat), qayyim (pengurus) atau penerjemah] mengimlakkan dengan benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki (di antara kamu) [ Yakni yang muslim, baligh dan terpelajar serta termasuk orang-orang yang adil]. Jika tidak ada dua orang lelaki, maka (boleh)  seorang  lelaki   dan dua  orang  perempuan di antara saksi-saksi yang kau ridhai [Yakni yang muslim, baligh dan terpelajar serta termasuk orang-orang yang adil], semoga jika yang seorang lupa maka yang seorang lagi mengingatkannya [Karena logika perempuan setengah daripada logika laki-laki ]. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila dipanggil. Dan janganlah kau bosan menuliskannya [ Karena sering dilakukan ], baik kecil maupun besar hingga batas waktu membayar. Yang demikian itu lebih adil di sisi Allah, lebih sanggup menguatkan persaksian, dan lebih mendekatkan kau kepada ketidakraguan [ Baik ihwal jenis barang yang dihutangkan, ukuran maupun waktu membayar]. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jikalau mu'amalah itu perdagangan tunai  [ Jual beli dengan barang dan pembayaran diserahkan pada ketika itu juga]  yang kau jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kau jikalau kau tidak menulisnya. Dan ambillah saksi apabila kau berjual beli [Hukumnya yaitu sunat], dan janganlah penulis dan saksi dipersulitkan. Jika kau lakukan (yang demikian), maka sebenarnya hal itu yaitu suatu kefasikan [ Yakni tindakan menyalahi perintah Allah Subhaanahu wa Ta'aala, dan akhirnya yaitu menimpa kepada dirimu] pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah memperlihatkan pengajaran kepadamu [ Allah mengajarkan kepada kita sesuatu yang bermaslahat kepada kita baik di dunia maupun di akhirat], dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
Ayat di atas merupakan ayat terpanjang yang menjelaskan ihwal hutang piutang. Ayat tersebut menandakan beberapa hal di dalam acara bisnis yang seharusnya kita lakukan. Di antaranya:
  1. Bolehnya semua jenis mudayanah (utang-piutang), seperti  bisnis asuransi , pembiayaan, 'aqad salam (jual beli yang barangnya ditunda dan bayaran disegerakan) dan lainnya.
  2. 'Aqad salam harus menggunakan tempo yang ditentukan kapan pembayarannya.
  3. Isi polis harus dimengerti oleh pemegang polis
  4. Perintah mencatat semua bentuk mudayanah; ibarat polis dan kwitansi pembayaran premi, jikalau tidak dilakukan pencatatan bisa terjadi kekeliruan, lupa dan sanggup menyebabkan pertengkaran.
  5. Penulis ibarat underwriter harus adil terhadap dirinya, sebab tulisannya dijadikan pegangan.
  6. Ia wajib berlaku kepada kedua belah pihak (tertanggung dan penanggung), tidak memihak kepada salah satunya sebab korelasi kerabat atau persahabatan.
  7. Penulis harus mengetahui penulisan dokumen dan yang harus dilakukan kedua belah pihak, serta hal yang sanggup digunakan sebagai dokumen, sebab tidak ada cara untuk adil kecuali dengan cara ibarat itu.
  8. Apabila didapatkan dokumen dengan goresan pena orang yang populer keadilannya, maka digunakan dokumen tersebut, meskipun beliau dan para saksinya sudah meninggal.
  9. Hendaknya orang yang pintar menulis berbuat ihsan (sangat baik dan jujur) kepada orang lain, yaitu dengan menuliskan hutang orang lain yang butuh kepada penulisan dan tidak menolaknya, sebagaimana Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah berbuat ihsan kepadanya dengan mengajarkan baca-tulis.
  10. Perintah bagi penulis semoga tidak mencatat selain yang diimlak(dikte)kan kepadanya.
  11. Orang yang mendiktekan yaitu orang yang menanggung hak (yang berhutang).
  12. Perintah untuk menjelaskan semua hak yang ditanggungnya dan tidak mengurangi.
  13. Pengakuan seseorang terhadap dirinya yaitu diterima, sebab Allah memerintahkan orang yang menanggung hak mengimlakan kepada pencatat. Apabila legalisasi itu telah dicatat, maka berlaku pula konsekwensi dan isinya.
  14. Orang yang menanggung hutang yang terang ukuran dan sifatnya, ibarat banyak atau sedikit, dibayar segera atau lambat, bahwa perkataannya yang dipegang bukan perkataan orang yang mempunyai hak. Perkataannya yang dipegang jikalau terkait dengan jumlah ukuran dan sifatnya.
  15. Diharamkan bagi orang yang menanggung hak mengurangi ukuran atau keadaannya yang baik atau waktu pembayarannya serta hal-hal lain yang mengikutinya.
  16. Bagi yang tidak bisa mengimla'kan hak tersebut sebab usianya yang masih kecil, kurang akal, bisu dsb. maka walinya menggantikan posisinya dalam melaksanakan imla' dan iqrar (pengakuan).
  17. Wali harus melaksanakan keadilan sebagaimana orang yang menanggung hak, dan tidak mengurangi.
  18. Disyaratkan wali harus seorang yang adil.
  19. Adanya kewalian (kepengurusan) bagi harta.
  20. Hak itu ditanggung oleh anak kecil, orang dungu, orang gila dan kurang akal, tidak ditanggung oleh wali.
  21. Pengakuan anak kecil, orang dungu, orang gila dan kurang logika dsb. serta tindakan mereka (terhadap harta) tidak sah. Hal itu, sebab Allah menyerahkan imla' (dikte) kepada wali mereka.
  22. Sahnya tindakan wali terhadap harta orang-orang tersebut (anak kecil, orang dungu,…dst).
  23. Disyari'atkan mempelajari sesuatu yang bisa digunakan sebagai dokumen dan dipercayai oleh kedua belah pihak yang berhutang, sebab tujuan yang diinginkan yaitu penguatan dan keadilan. Lagi pula sesuatu yang menyempurnakan kasus yang disyari'atkan, maka disyari'atkan pula.
  24. Belajar menulis yaitu disyari'atkan, bahkan hukumnya fardhu kifayah, sebab Allah memerintahkan untuk mencatat hutang.
  25. Perintah mengangkat saksi terhadap akad. Namun perintah ini yaitu sunat, sebab tujuannya yaitu untuk menjaga hak. Hal ini kembalinya kepada maslahat mukallaf. Namun jikalau yang bertindak yaitu wali anak yatim atau wali waqf dsb. di mana menjaga hak tersebut yaitu wajib, maka mengadakan saksi untuk menjaga hak tersebut yaitu wajib.
  26. Persaksian terhadap harta yaitu dua orang lelaki atau satu laki-laki dan dua orang wanita. Dalam As Sunnah juga dijelaskan, bahwa seorang saksi dengan sumpah dari pendakwa yaitu diterima Faedah: Ulama madzhab Hanafi beropini bahwa persaksian kaum perempuan dengan kaum laki-laki yaitu boleh baik dalam hal harta, nikah, rujuk, talak dan segala sesuatu selain hudud dan qishas, pendapat ini dikuatkan oleh Ibnul Qayyim].
  27. Persaksian anak kecil tidaklah diterima, sebab lafaz di ayat tersebut yaitu rajul (orang dewasa).
  28. Persaksian kaum perempuan saja (tanpa ada laki-lakinya) dalam hal harta dsb. yaitu tidak diterima. Hal itu, sebab Allah tidak mendapatkan mereka (kaum wanita) kecuali bersama laki-laki, namun bisa saja dikatakan, bahwa Allah menjadikan dua perempuan sama ibarat seorang lelaki sebab nasihat yang disebutkan itu (agar tidak lupa), dan nasihat itu ada jikalau bersama laki-laki atau hanya perempuan saja (dalam jumlah yang sama ibarat dua orang laki-laki), wallahu a'lam.
  29. Persaksian budak yang baligh yaitu diterima sebagaimana persaksian orang merdeka menurut keumuman ayat "was tasyhiduu syahiidaini mir rijaalikum".
  30. Persaksian kaum kafir baik laki-laki saja maupun perempuan tidaklah diterima, sebab mereka bukan termasuk golongan kita. Di samping itu, bahwa persaksian dibangun atas keadilan, sedangkan orang-orang kafir tidak adil.
  31. Kelebihan laki-laki di atas wanita, sehingga satu laki-laki sama dengan dua perempuan sebab kuatnya hapalan laki-laki dan lemahnya hapalan kaum wanita.
  32. Barang siapa yang lupa persaksiannya kemudian diingatkan, kemudian ia pun ingat, maka persaksian tersebut diterima.
  33. Seorang saksi apabila khawatir lupa ihwal persaksiannya dalam hak-hak yang wajib, maka ia wajib menulisnya.
  34. Saksi apabila dipanggil sedangkan dirinya tidak ada 'udzur, maka wajib memenuhi panggilan.
  35. Barang siapa yang tidak mempunyai sifat para saksi yang persaksiannya diterima, maka tidak wajib memenuhi sebab tidak ada faedahnya, di samping itu ia bukan tergolong para saksi.
  36. Larangan merasa bosan menuliskan hutang baik besar maupun kecil, kapan waktu dibayar dan segala yang dicakup janji itu baik syarat maupun batasan.
  37. Hikmah disyari'atkan mencatat hutang dan mengadakan saksi. Persaksian yang dibarengi goresan pena yaitu lebih adil, lebih sempurna, dan lebih jauh dari keraguan, pertengkaran dan perselisihan.
  38. Orang yang masih ragu-ragu bersaksi dihentikan maju hingga ia yakin.
  39. Adanya rukhshah (keringanan) untuk tidak dicatat apabila mu'amalah itu secara tunai, sebab tidak perlu untuk ditulis.
  40. Meskipun diberi rukhshah untuk tidak dicatat, namun tetap disyari'atkan mengadakan saksi.
  41. Larangan memadharatkan penulis, contohnya memanggilnya ketika ia sedang sibuk atau sedang kerepotan.
  42. Larangan memadharatkan saksi, contohnya memanggilnya untuk bersaksi ketika ia sedang sakit atau sibuk berat.
  43. Larangan bagi saksi maupun pencatat memadharatkan pemilik hak, contohnya enggan bersaksi atau meminta upah yang besar. Hal ini, jikalau lafaz "yudhaaaru", fi'il majhul (k. kerja yang dihilangkan fa'il/pelakunya).
  44. Namun jika, lafaz "kaatib" dan "syahiid" sebagai fa'il, maka di sana terdapat larangan bagi saksi dan penulis memadharratkan pemilik hak, baik dengan enggan bersaksi atau meminta upah besar terhadapnya.
  45. Menimpakan madharrat (bahaya) termasuk kefasikan.
  46. Sifat fasik, iman, nifak, permusuhan dan persahabatan terbagi-bagi dalam diri seseorang, terkadang dalam dirinya ada sifat fasik dan lainnya, demikian juga sifat doktrin dan kufur. Hal ini menurut ayat "Fa innahuu fusuuqun bikum", sebab Allah tidak menyampaikan "Fa antum faasiquun" atau "fussaaq" (sebagai orang-orang fasik).
  47. Disyaratkan saksi harus adil, menurut kata-kata "mimman tardhauna minasy syuhadaa'".
  48. Keadilan diubahsuaikan dengan uruf (kebiasaan yang berlaku) pada suatu daerah atau suatu masa, menurut ayat "mimman tardhauna minasy syuhada". Oleh sebab itu setiap orang yang diridhai dan memang dipandang oleh manusia, maka persaksiannya diterima.
  49. Tidak diterimanya persaksian orang yang masih majhul (tidak diketahui keadaannya) hingga ada rekomendasi.



Sumber :
  •      Tafsir Syaikh As Sa'diy.
  •     Buku Asuransi Syariah Penulis Abdullah Amrin

Subscribe to receive free email updates:

ADS