ADS

Mengasuransikan Banjir


Dalam kurun waktu tahun 1970-2012, banjir di Thailand tahun 2011 memecahkan rekor klaim asuransi banjir terbesar di dunia. Data Swiss Re (2012) menyebutkan klaim asuransi US$12 miliar atau 1850% dari premi asuransi properti. Kerugian asuransi mencapai 3,44% dari produk domestik bruto (PDB) Thailand.

Banjir makin menjadi bahaya serius di dunia. Dampak banjir menyengsarakan 500 juta orang di dunia per tahun. Klaim naik signifikan dari U$1-2 miliar di tahun 1970-an menjadi US$15 miliar di tahun 2011.

Di Indonesia, semenjak tahun 1815, tragedi yang paling sering terjadi yaitu banjir yang mencapai 38%. Disusul tanah longsor dan puting beliung masing-masing 18% (BNPB, 2013).

Asosiasi Asuransi Umum Indonesia mengestimati klaim asuransi jawaban banjir Jabodetabek bulan Januari kemudian sekitar Rp3 triliun. Lebih besar dari klaim banjir tahun 2007 (Rp2,063 triliun) dan 2012 (Rp1,52 triliun).

Klaim asuransi Indonesia jawaban banjir ini kurang dari 0,04% dari PDB Indonesia. Jauh lebih kecil dibandingkan kerugian asuransi di Thailand ketika banjir tahun 2011.



Banjir di Thailand memang jauh lebih besar. Namun besarnya kerugian asuransi memperlihatkan bahwa properti yang diasuransikan di Thailand sangat besar. Sedangkan properti yang diasuransikan untuk risiko banjir di Indonesia masih sangat kecil.

Rakyat Thailand memang lebih sadar asuransi. Data Sigma (2012) memperlihatkan bahwa insurance penetration (perbandingan premi dengan PDB) di Thailand sebesar 4,4% atau berada di posisi ke-34 dunia. Sedangkan Indonesia sebesar 1,7% atau di posisi ke-67.

Mengapa tidak berasuransi?

Banjir menjadi risiko yang mengancam properti ibarat rumah, pabrik, kantor dan lainnya. Termasuk mengancam kendaraan serta jiwa dan raga manusia.

Masyarakat atau perusahaan sanggup menentukan asuransi sebagai prosedur transfer risiko. Risiko kerugian jawaban banjir tak ditanggung sendiri, tetapi dipindahkan ke perusahaan asuransi. Ada beberapa alasan umum mengapa masyarakat belum/tidak berasuransi.

Pertama, merasa bisa mengatasi risiko banjir. Pertimbangannya, risiko banjir dianggap kecil atau sudah melaksanakan langkah preventif. Berasuransi dianggap membuang duit lantaran tanpa asuransi, banjir sudah sanggup diatasi.

Risiko banjir memang tak perlu diasuransikan ketika hasil analisis risiko menyatakan bahwa peluang terjadinya banjir dan/atau dampaknya kecil. Juga ketika upaya preventif telah dilakukan sehingga efektif menurunkan risiko banjir.

Kedua, tidak tahu manfaat asuransi. Bahkan tidak mengerti bahwa risiko banjir bisa dipindahkan ke perusahaan asuransi. Ini terjadi pada orang-orang yang tidak kenal asuransi.

Persoalan ini yaitu tantangan bagi industri asuransi. Perlu sosialisasi menerobos ke seluruh lapisan masyarakat semoga asuransi dipahami dan dirasakan keuntungannya oleh masyarakat.

Ketiga, khawatir bayar premi mahal. Masyarakat sudah mempunyai persepsi wacana asuransi dan kemudian mengambil jarak. Ini juga seharusnya tak perlu terjadi.

Harus ada klarifikasi dan gambaran ke masyarakat. Tarif premi ekspansi risiko banjir untuk properti sekira 0,5 per mil. Jaminan banjir memang masih dalam bentuk ekspansi jaminan dari asuransi kebakaran.

Sebagai contoh, rumah seharga Rp100 juta (bangunan dan isi, tidak termasuk tanah). Bila tarif asuransi kebakaran 0,56 per mil, maka preminya Rp56 ribu setahun. Dengan perhiasan jaminan risiko asuransi banjir, tarif 0,5 per mil, maka perhiasan premi sebesar Rp50 ribu setahun.

Ada juga perusahaan asuransi yang memperlihatkan paket asuransi rumah dengan tarif 0,14 persen untuk jaminan yang lengkap. Tak hanya jaminan di Polis Standar Asuransi Kebakaran Indonesia/PSAKI (kebakaran, petir, ledakan, kejatuhan pesawat dan asap), juga ditambah dengan jaminan banjir, kecelakaan diri keluarga, pencurian, biaya tinggal sementara dan lainnya. Cukup dengan premi Rp140 ribu setahun, sudah mendapat jaminan yang banyak.

Di tengah persaingan asuransi yang ketat, tarif premi masih bisa ditawar atau minta diskon. Tentu saja, ada tarif yang lebih besar untuk wilayah yang rawan banjir.

Keempat, khawatir ribet jika mengajukan klaim. Kekhawatiran ini wajar. Tak jarang di media massa dimuat keluhan pelayanan klaim asuransi. Baik klaim ditolak, proses usang atau pembayaran tak sesuai tuntutan.

Persepsi negatif ini harus dikikis oleh industri asuransi untuk memberi palayanan klaim yang cepat dan cermat. Masyarakat juga perlu dididik untuk menentukan perusahaan asuransi yang manis dalam pelayanan.

Kelima, masyarakat tak bisa bayar premi. Ilustrasi premi di atas memang ‘hanya’ Rp50 ribu. Tapi bagi masyarakat berpenghasilan rendah, nilai itu cukup signifikan untuk kebutuhan lainnya.

Mengatasi dilema ini, perlu ada dukungan pihak lain yakni pemerintah. Bentuknya bisa dalam subsidi premi. Industri asuransi perlu membahas dengan pemerintah dalam menyelenggarakan asuransi banjir untuk masyarakat.

Kecukupan jaminan & memahamkan tertanggung

Klaim jawaban banjir paling banyak dari asuransi harta benda dan asuransi kendaraan. Klaim untuk jenis asuransi lain, termasuk asuransi jiwa, tidak besar.

Tidak semua polis asuransi menjamin risiko banjir. Ini harus dijelaskan ke tertanggung (pemegang polis). Asuransi harta benda tidak menjamin banjir jika polisnya hanya PSAKI.

Mobil yang terendam juga tak akan diganti kerugiannya jika polisnya tanpa ekspansi risiko banjir. Jaminan komprehensif dalam asuransi kendaraan (sering disalahsebut all risks) dalam Polis Standar Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia (PSAKBI) juga tak ada jaminan banjir.

Bagi yang tidak paham polis, ketika diinfokan jenis polis yaitu komprehensif, dianggap ada jaminan banjir. Padahal belum ada. Tertanggung seringkali tak paham jaminan di dalam polis asuransi. Meskipun polis sudah di tangan, belum tentu dibaca. Padahal polis yaitu perjanjian yang berisi hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Tertanggung tak sepenuhnya paham risiko apa saja yang dijamin dan apa saja yang dikecualikan. Pascabanjir banjir di Jabodetabek Januari kemudian misalnya, beredar informasi melalui e-mail dan blackberry messanger bahwa perusahaan asuransi tidak akan mengganti kerugian kendaraan beroda empat jawaban water hammer yang disebabkan kendaraan beroda empat dihidupkan sesudah terendam banjir.

Kontan saja, informasi ini menciptakan ketakutan tertanggung. Di dalam polis bergotong-royong terperinci disebutkan apa saja yang dijamin dan apa saja yang tidak dijamin. Sederhananya, sepanjang penyebabnya (proximate cause) yaitu banjir dan tidak ada pengecualian water hammer, maka polis akan menjaminnya.

Upaya memahamkan tertanggung wacana apa yang ada di dalam polis sanggup mereduksi potensi perselisihan di kemudian hari. Broker, distributor asuransi dan perusahaan asuransi punya tanggung jawab ini. Upaya preventif ini perlu dilakukan oleh perusahaan asuransi dalam rangka terus memperlihatkan pelayanan terbaik dan untuk menjaga gambaran industri asuransi di masyarakat.

Kepedulian industri asuransi

Untuk masyarakat menegah ke bawah, perlu diberi stimulus semoga mereka berasuransi. Industri asuransi tak perlu melaksanakan kalkulasi untung-rugi untuk memperlihatkan jaminan banjir kepada mereka. Perlu produk asuransi mikro dengan premi yang ringan. Bentuk lain bisa berupa diskon premi yang signifikan atau jaminan asuransi banjir secara gratis.

Aksi industri asuransi tersebut sanggup dianggap sebagai manifestasi corporate social responsibility (CSR). CSR industri asuransi tak perlu ikut model CSR secara umum ibarat bentuk filantropi, proteksi tragedi atau sejenisnya. Industri asuransi sanggup menginisiasi model CSR khas asuransi.

Dengan memperlihatkan jaminan asuransi banjir, bahkan secara gratispun, perusahaan asuransi belum mengeluarkan dana. Pemberian santunan gres diberikan ketika masyarakat terkena banjir. Kepedulian ini akan memperlihatkan gambaran positif industri asuransi. Kesadaran berasuransi akan terkerek naik. Dalam jangka panjang, akan meningkatkan undangan asuransi.

sumber: Bisnisglobal, 03/13

Subscribe to receive free email updates:

ADS