ADS

Cukupkah Dengan Bpjs Atau Perlu Suplemen Asuransi Lain

Sejak 1 Januari 2014, pemerintah telah memberlakukan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berdasarkan Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 wacana Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Di situ, ada lima hal yang harus dijamin negara, salah satunya kesehatan. Nah, forum yang ditunjuk untuk mengelola jalannya jaminan kesehatan (jamkes) ini ialah PT Askes (Persero), yang menjelma Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

 pemerintah telah memberlakukan sistem Jaminan Kesehatan Nasional  Cukupkah Dengan BPJS atau Perlu Tambahan Asuransi Lain
Dengan adanya satu sistem penjaminan kesehatan ini, sistem jaminan dilebur menjadi satu. Antara lain, jaminan kesehatan bagi aparatur sipil negara, pensiunan pegawai negeri sipil, Tentara Nasional Indonesia dan Polri, sampai pegawai swasta yang sebelumnya memakai Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kesehatan (Jamsostek). Dus, jumlah akseptor yang harus dijamin BPJS Kesehatan juga makin besar. "Sekarang sudah 123 juta jiwa," kata Purnawarman Basundoro, Direktur Hukum dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan.

Jumlah akseptor BPJS dikala ini merupakan adonan dari akseptor PT Askes, Jamsostek, sampai Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat). Purnawarman menambahkan, BPJS Kesehatan menargetkan setidaknya pada 2019 mendatang, jumlah akseptor jamkes BPJS Kesehatan sudah meliputi seluruh penduduk Indonesia. Pada tahun ini, Anda yang berprofesi sebagai pegawai negeri, TNI, Polri, pensiunan pegawai negeri atau pegawai swasta yang mempunyai kartu jamkes Jamsostek umumnya telah otomatis menjadi akseptor BPJS.

Lalu, apa yang berubah? Seperti disebutkan sebelumnya, jumlah akseptor terperinci bertambah. Bila semula Anda memakai denah jamkes dari PT Askes bersama 16,5 juta akseptor lainnya, sekarang Anda mempunyai denah yang sama dengan ratusan juta orang lain yang menjadi akseptor BPJS. Satu hal lagi, kepesertaan BPJS ini bersifat wajib. Itu berarti, sebagai warga negara, mau tak mau Anda akan masuk dalam denah jamkes yang diselenggarakan BPJS. Padahal, pemerintah juga membebankan iuran premi pada akseptor kesehatan atau pemberi kerja akseptor kesehatan. Pengaturan besaran premi ini sanggup Anda cek eksklusif pada Perpres nomor 111/ 2013 wacana Perubahan Atas Perpres nomor 12 tahun 2003 wacana Jaminan Kesehatan.

Secara umum, kata Purnawarman, manfaat atau benefit pertanggungan yang diterima akseptor tidak berubah. "Manfaat sama dengan Askes dulu yang ada promotif, preventif, kuratif, dan reaktif," jelasnya. Artinya, segala jenis kondisi dan jenis penyakit masuk dalam cakupan BPJS tanpa mempertimbangkan usia dan kondisi peserta.

Bedanya, BPJS Kesehatan ini memberlakukan sistem kapitasi, yaitu BPJS Kesehatan akan membayar sejumlah dana sesuai jumlah orang yang terdaftar di sebuah akomodasi kesehatan (Faskes) tingkat pertama, yaitu puskesmas, klinik yang ditunjuk, serta dokter keluarga. Berarti, Anda sebagai akseptor BPJS Kesehatan tidak mempunyai kebebasan berpindah-pindah lokasi berobat. Selain itu, Anda juga harus mendapat layanan dari Faskes tingkat pertama lebih dulu. Jika diharapkan penanganan lebih lanjut, Anda bisa meminta tumpuan dari Faskes tersebut ke rumahsakit.

Risza Bambang, perencana keuangan sekaligus Chairman One Shildt Financial Planning menilai, denah jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan ini bersifat managed care. "Berbeda dengan asuransi yang menanggung sesuai premi yang dibayarkan,"ujar Risza. Artinya, meskipun BPJS Kesehatan menanggung banyak sekali kondisi penyakit pasien, tanggungan itu terbatas.

Purnawarman sendiri bilang bahwa perhitungan pertanggungan atas tiap kondisi ini berdasarkan hitungan rata-rata dari sekian kasus yang sama. "Misalnya, untuk berobat sakit A perlu biaya Rp 5 juta. Ya, rumahsakit juga harus bisa mengelola dana itu untuk sakit A tanpa membebankan pada pasien," terperinci Purnawarman.

Patut diketahui, iuran premi BPJS ini juga dibagi menjadi tiga kelas layanan rawat inap, yakni kelas I, kelas II, dan kelas III. Untuk pegawai negeri, kelas layanan ini mengikuti golongan pangkat. Namun, bagi pekerja non-upah alias para wirausaha, mereka bisa menentukan layanan dengan besaran premi yang berbeda. Untuk mendapat manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III, preminya sebesar Rp 25.500 per bulan. Lalu, untuk kelas II sebesar Rp 42.500, dan Rp 59.500 per bulan untuk kelas I.
Namun, Anda tetap memerlukan tumpuan Faskes tingkat pertama lebih dulu sebelumnya. Jadi, bagi mantan pemegang kartu Askes, misalnya, yang semula bisa menyambangi eksklusif rumahsakit, sekarang akan merasa repot alasannya ialah harus mendapat layanan kesehatan di puskesmas lebih dulu.

Kesembuhan, bukan kenyamanan

Risza bilang, intinya BPJS ini mempunyai tujuan yang baik alasannya ialah memperlihatkan derma atau perlindungan yang menyeluruh terhadap semua warga negara Indonesia dari risiko kehidupan, yakni penyakit dan kematian. Tapi, pemerintah gres memperlihatkan layanan dasar alias normatif.

Karena itu, ada syarat kepesertaan wajib serta penggolongan layanan. "Kalau derma yang diberikan melebihi batas normatif, berdasarkan saya, itu sudah tidak sesuai esensi sebagai jaminan sosial atau social security," ujar Risza.

Manfaat BPJS Kesehatan ini bekerjsama lebih diharapkan oleh masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah. "Ini, kan, yang jadi fokus ialah sembuhnya, jadi mungkin dari segi kenyamanannya kurang,' kata perencana keuangan Diana Sanjaya.

Karena itu, Diana menyarankan, bila Anda mempunyai dana lebih, sebaiknya Anda mengambil asuransi kesehatan. "Sebaiknya menentukan asuransi dengan premi yang sesuai kemampuan," ujar dia.

Nah. pilihan final ada di tangan Anda. Jika Anda merasa cukup memperoleh derma kesehatan normatif, barangkali, menjadi akseptor BPJS saja sudah cukup. Namun, kalau menginginkan kesehatan dan sekaligus kenyamanan, Anda mesti rela merogoh kocek lebih dalam untuk membeli asuransi kesehatan di luar BPJS.


Sumber : kontan.co.id

Subscribe to receive free email updates:

ADS